Sabtu, 04 Juni 2016


PRAKATA
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah AIKA 3, yang berjudul Muhammaddiyah dan pemberdayaan perempuan.
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas bidang study AIKA 3 semester III yang dibimbing oleh bapak Nani Abdul Gani M.PD.
            Diakui dengan penuh kesadaran, bahwa dalam pembuatan makalah ini tentu masih banyak kekurangan baik dari segi isi, maupun sistematika. Karena itu kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah yang akan kami susun selanjutnya.
            Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami dan para mahasiswa, sehingga memiliki dasar-dasar kependidikan yang lengkap dalam menjalankan tugasnya sebagai mahasiswa yang dapat membimbing diri sendiri serta orang lain untuk mengembangkan diri yang optimal. Amin,

Tangerang, Desember 2015






DAFTAR ISI
PRAKATA                                                                                                  1                                                                                         
DAFTAR ISI                                                                                               2                                                                                    
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang                                                                                3
B.Rumusan masalah                                                                           3
C.Tujuan makalah                                                                               3                                                    
BAB II
PEMBAHASAN
A.Cara K.H Ahmad Dahlan Memberdayakan Perempuan                                             4
B.Kesetaraan Gender Dalam Muhamddiyah                                         17
C.Peran Perempuan Muhammaddiyah Di Kehidupan Berbangsa &Bernegara   20
BAB III  
PENUTUP
A.Simpulan                                                                                        27
B.Penutup                                                                                          28
C.Daftar pustaka                                                                                28                                                             


BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ajaran agama Islam tidak memperkenankan  mengabaikan wanita. Mengingat pentingnya peranan wanita yang harus mendapatkan tempat yang layak,  Kyai Dahlan bersama-sama KHA. Dahlan mendirikan kelompok pengajian wanita yang anggotanya terdiri  para gadis-gadis dan orang-orang wanita yang sudah tua.Dalam perkembangannya, kelompok pengajian wanita itu diberi nama Sapa Tresna.
            Sapa Tresna belum merupakan organisasi, hanya suatu gerakan pengajian saja. Oleh karena itu,untuk memberikan suatu nama yang kongkrit menjadi suatu perkumpulan, K.H. Mokhtarmengadakan pertemuan dengan KHA. Dahlan yang  juga dihadiri oleh H. Fakhrudin dan Ki Bagus Hadikusumo serta pengurus Muhammadiyah lainnya di rumah Nyai Ahmad Dahlan. Awalnya  iusulkan nama Fatimah, untuk orga- nisasi perkumpulan kaum wanita Muhammadiyah itu, tetapi nama  itu tidak diterima oleh rapat.
Haji Fakhrudin kemudian mengusulkan nama Aisyiyah yang kemudian  diterima oleh rapat tersebut. Nama Aisyiyah dipandang lebih tepat bagi gerakan wanita ini karena  didasari  pertimbangan bahwa perjuanganwanita yang akan digulirkan ini diharapkan dapat meniru  perjuangan Aisyah, isteri Nabi Muhammad, yang selalu membantu Rasulullah dalam berdakwah.


B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana asal mula berdirinya Aisyiyah?
2. Apa saja visi dan misi Aisyiyah?

C.Tujuan Makalah
1. Mengetahui asal mula berdirinya Aisyiyah
2. Mengetahui visi dan misi Aisyiyah


BAB II
PEMBAHASAN
A.     CARA K.H AHMAD DAHLAN MEMBERDAYAKAN PEREMPUAN

Akar berdirinya Aisyiyah tidak bisa dilepas kan kaitannya dari akar sejarah. Spirit berdirinya Muhammadiyah telah mengilhami berdirinya hampir seluruh organisasi otonom yanga da di muhammadiyah, termasuk Aisyiyah. Sejak mendirikan Muhammadiyah, Kiai Dahlan sangatmemperhatikan embinaan terhadap wanita. Anak-anak perempuan yang potensial dibina dan dididikmenjadi pemimpin, erta dipersiapkan untuk menjadi pengurus dalam organisasi wanita dalam Muhammadiyah. Di antara  ereka yang dididik Kiai Dahlan ialah Siti Bariyah, Siti Dawimah, Siti Dalalah, Siti- Busyro (putri beliau  endiri), Siti Dawingah, dan Siti Badilah Zuber.
 Anak-anak perempuan itu (meskipun usianya baru  ekitar 15 tahun) sudah diajak memikirkan soal-soal kemasyarakatan. Sebelum Aisyiyah secara kongkret  erbentuk, sifat gerakan pembinaan wanita itu baru merupakan kelompok anak-anak perempuan yang  enang berkumpul, kemudian diberi bimbingan oleh KHA Dahlan dan Nyai Ahmad Dahlan dengan  elajaran agama. Kelompok anak- anak ini belum merupakan suatu organisasi, tetapi kelompok anak-a nak  ang diberi pengajian. Pendidikan dan pembinaan terhadap wanita yang usianya sudah tua pun ilakukan juga oleh Kiai Dahlan dan istrinya (Nyai Dahlan). Ajaran agama Islam tidak memperkenankan  mengabaikan wanita. Mengingat pentingnya peranan wanita yang harus mendapatkan tempat yang layak,  Kyai Dahlan bersama-sama KHA. Dahlan mendirikan kelompok pengajian wanita yang anggotanya terdiri  para gadis-gadis dan orang-orang wanita yang sudah tua.Dalam perkembangannya, kelompok pengajian wanita itu diberi nama Sapa Tresna.
 Sapa Tresna belum merupakan organisasi, hanya suatu gerakan pengajian saja. Oleh karena itu,untuk memberikan suatu nama yang kongkrit menjadi suatu perkumpulan, K.H. Mokhtarmengadakan pertemuan dengan KHA. Dahlan yang  juga dihadiri oleh H. Fakhrudin dan Ki Bagus Hadikusumo serta pengurus Muhammadiyah lainnya di rumah Nyai Ahmad Dahlan. Awalnya  iusulkan nama Fatimah, untuk orga- nisasi perkumpulan kaum wanita Muhammadiyah itu, tetapi nama  itu tidak diterima oleh rapat.
Haji Fakhrudin kemudian mengusulkan nama Aisyiyah yang kemudian  diterima oleh rapat tersebut. Nama Aisyiyah dipandang lebih tepat bagi gerakan wanita ini karena  didasari  pertimbangan bahwa perjuanganwanita yang akan digulirkan ini diharapkan dapat meniru  perjuangan Aisyah, isteri Nabi Muhammad, yang selalu membantu Rasulullah dalam berdakwah. peresmian Aisyiyah dilaksanakan bersamaan peringatan Isra' Mi'raj Nabi Muhammad pada  tanggal 27 rajab 1335 H, bertepatan 19 Mei 1917 M. Peringatan Isra' Mi'raj tersebut merupakan peringatan yang diadakan Muhammadiyah untuk  pertama kalinya. Selanjutnya, K.H. Mukhtar memberi bimbingan administrasi dan organisasi, sedang untuk bimbingan jiwa keagamaannya dibimbing langsung oleh KHA. Dahlan.
Pesan Kiyai Dahlan setelah kepengurusan Aisyiyah secara resmi terbentuk ialah sebagai berikut:
1. Dengan keikhlasan hati menunaikan tugasnya  sebagai wanita Islam sesuai dengan bakat dan  percakapannya, tidak menghendaki sanjung puji  dan tidak mundur selangkah karena dicela.
2. Penuh  keinsyafan, bahwa beramal itu harus berilmu.
3. Jangan mengadakan alasan yang tidak dianggap sah oleh Tuhan Allah hanya untuk menghindari suatu tugas yang diserahkan.
4. Membulatkan tekad untuk membela kesucian agama Islam. 5. Menjaga persaudaraan dan kesatuan kawan   sekerja dan  peperjuangan   Pada tahun 1919, dua tahun setelah berdiri, Aisyiyah merintis pendidikan dini untuk anak-anak dengan nama Frobel, yang merupakan Taman Kanan-Kanak pertama kali yang didirikan oleh
bangsa Indonesia. Selanjutnya Taman kanak-kanak ini diseragamkan namanya menjadi TK Aisyiyah Bustanul Athfal yang saat ini telah mencapai 5.865 TK di seluruh Indonesia.
Gerakan pemberantasan kebodohan yang menjadi salah satu pilar perjuangan Aisyiyah dicanangkan dengan mengadakan pemberantasanbuta huruf pertama kali, baik buta huruf arab    maupun latin pada tahun 1923. Dalam kegiatan ini    para peserta yang terdiri dari para gadis dan ibu- ibu rumah tangga belajar bersama dengan tujuan   meningkatkan pengetahuan dan peningkatan partisipasi perempuan dalam dunia publik. Selain itu, pada tahun 1926, Aisyiyah mulai menerbitkan majalah organisasi yang diberi nama Suara Aisyiyah, yang awal berdirinya menggunakan    Bahasa Jawa. Melalui majalah bulanan inilah Aisyiyah antara lain  mengkomunikasikan semua program dan kegiatannya termasuk konsolidasi internal organisasi.
            Dalam hal pergerakan kebangsaan, Aisyiyah juga termasuk organisasi yang turut memprakarsai dan membidani terbentuknya organisasi wanita pada tahun 1928. Dalam hat ini, Aisyiyah bersama dengan organisasi wanita lain bangkit berjuang untuk membebaskan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan dan kebodohan. Badan federasi ini diberi nama Kongres Perempuan Indonesia yang sekarang menjadi KOWANI (Kongres Wanita Indonesia). Lewat federasi ini berbagai usaha dan bentuk perjuangan bangsa dapat dilakukan secara terpadu.
 Aisyiyah berkembang semakin pesat dan menemukan bentuknya sebagai organisasi wanita modern. Aisyiyah mengembangkan berbagai program untuk pembinaan dan pendidikan wanita. Diantara aktivitas Aisyiyah ialah Siswa Praja Wanita bertugas membina dan mengembangkan puteri- puteri di luar sekolah sebagai kader Aisyiyah. Pada Kongres Muhammadiyah ke-20 tahun 1931 Siswa Praja Wanita diubah menjadi Nasyi'atul Aisyiyah (NA). Di samping itu, Aisyiyah juga mendirikan Urusan Madrasah bertugas mengurusi sekolah/ madrasah khusus puteri, Urusan Tabligh yang mengurusi penyiaran agama lewat pengajian, kursus dan asrama, serta Urusan Wal'asri yang mengusahakan beasiswa untuk siswa yang kurang mampu. Selain itu, Aisyiyah pada tahun 1935 juga mendirikan Urusan Adz-Dzakirat yang bertugas mencari dana untuk membangun Gedung 'Aisyiyah dan modal mendirikan koperasi.
 Perkembangan Aisyiyah selanjutnya pada tahun 1939 mengalami titik kemajuan yang sangat pesat. Aisyiyah menambah Urusan Pertolongan (PKU) yang bertugas menolong kesengsaraan umum. Oleh karena sekolah-sekolah putri yang didirikan sudah semakin banyak, maka Urusan Pengajaran pun didirikan di Aisyiyah. Di samping itu, Aisyiyah juga mendirikan Biro Konsultasi Keluarga. Demikianlah, Aisyiyah menjadi gerakan wanita Islam yang mendobrak kebekuan feodalisme dan ketidaksetaraan gender dalam masyarakat pada masa itu, serta sekaligus melakukan advokasi pemberdayaan kaum perempuan.
Perkembangan Mutakhir
Amal Usaha Aisyiyah
 Menjelang seabad gerakannya, Aisyiyah saat ini telah memiliki 33 Pimpinan Wilayah Aisyiyah (setingkat Propinsi), 370 Pimpinan Daerah Aisyiyah (setingkat kabupaten), 2.332 Pimpinan Cabang Aisyiyah (setingkat Kecamatan) dan 6.924 Pimpinan Ranting Aisyiyah (setingkat Kelurahan).
 Selain itu, Aisyiyah juga memiliki amal usaha yang bergerak di berbagai bidang, yaitu: pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, ekonomi dan pemberdayaan masyarakat. Amal usaha Aisyiyah bidang pendidikan saat ini berjumlah 4.560, terdiri dari Kelompok Bermain, Taman Pengasuhan Anak, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Pendidikan Tinggi.
 Sedangkan amal usaha bidang Kesehatan berupa Rumah Sakit, Rumah Bersalin, Badan Kesehatan Ibu dan Anak, Balai Pengobatan dan Posyandu secara keseluruhan berjumlah 280 yang tersebar di  seluruh wilayah Indonesia. Sebagai gerakan yang peduti terhadap kesejahteraan sosial masyarakat, Aisyiyah hingga kini memiliki 459 amal usaha seperti Rumah Singgah Anak Jalanan, Panti Asuhan, lembaga Dana Santunan Sosial, tim Pangrukti Jenazah dan Posyandu.
 Aisyiyah berpendirian bahwa harkat martabat perempuan Indonesia tidak akan meningkat tanpa peningkatan kemampuan ekonominya. Oleh karena itu, Aisyiyah mengembangkan berbagai amal usaha pemberdayaan ekonomi ini datam bentuk koperasi (termasuk koperasi simpan pinjam), Baitul Mal wa Tamwil, toko/kios, Bina Usaha Ekonomi Keluarga Aisyiyah (BUEKA), home industri, kursus ketrampilan dan arisan. Jumlah amal usaha di bidang ini mencapai 503 buah.
            Aisyiyah juga mengembangkan beragam kegiatan berbasis pemberdayaan masyarakat khususnya dalam bidang peningkatan kesadaran kehidupan bermasyarakat. Hingga saat ini amal usaha yang mencakup pengajian, Qoryah Thayyibah, Kelompok Bimbingan Haji (KBIH), badan zakat infaq dan shodaqoh serta musholla berjumlah 3.785.

Identitas, Visi dan Misi

Identitas
 Aisyiyah, organisasi perempuan Persyarikatan Muhammadiyah, merupakan gerakan Islam dan  dakwah amar makruf nahi mungkar, yang berazaskan Islam serta bersumber pada Al-Quran  dan Assunnah.
Visi ideal
Tegaknya agama Islam dan terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Visi Pengembangan Tercapainya usaha-usaba Aisyiyah yang mengarah pada penguatan dan  pengembangan  dakwah amar makruf nahi mungkar secara lebih berkualitas menuju masyarakat madani, yakni masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
   Misi
 Misi Aisyiyah diwujudkan dalam bentuk amal usaha, program dan kegiatan meliputi:   
1.    Menanamkan keyakinan, memperdalam dan memperluas pemahaman, meningkatkan pengamalan serta menyebarluaskan ajaran Islam dalam segala aspek kehidupan.
2. Meningkatkan harkat dan martabat kaum  wanita sesuai dengan ajaran Islam.
3. Meningkatkan kualitas dan kuantitas pengkaian terhadap ajaran Islam.
4. Memperteguh iman, memperkuat dan menggembirakan ibadah, serta mempertinggi akhlak.
5. Meningkatkan semangat ibadah, jihad zakat, infaq, shodaqoh, wakaf, hibah, serta membangun dan memelihara tempat ibadah, dan amal usaha yang lain.
6. Membina AMM Puteri untuk menjadi pelopor, pelangsung, dan penyempurna gerakan    Aisyiyah.
7. Meningkatkan pendidikan, mengembangkan kebudayaan, mempertuas ilmu pengetahuan dan teknologi, serta menggairahkan penelitian.
8. Memajukan perekonomian dan kewirausahaan ke arah perbaikan hidup yang berkualitas.
9. Meningkatkan dan mengembangkan kegiatan dalam bidang-bidang sosial, kesejahteraan    masyarakat, kesehatan, dan lingkungan hidup
10. Meningkatkan dan mengupayakan penegakan hukum, keadilan, dan kebenaran serta memupuk    semangat kesatuan dan persatuan bangsa.
11. Meningkatkan komunikasi,ukhuwah, kerjasama di berbagai bidang dan kalangan masyarakat dalam dan luar negeri.
12. Usaha-usaha lain yang sesuai dengan maksud  dan tujuan organisasi.

Jaringan Kerjasama
 Sejak berdiri, Aisyiyah telah menjalin kerjasama dengan berbagai pihak baik di dalam maupun di uar negeri. Pada masa pergerakan nasional, kerjasama lebih ditujukan untuk menjalin semangat persatuan untuk perjuangan melepaskan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan. Pada tahun 1928, Aisyiyah menjadi salah satu pelopor berdirinya  badan federasi organisasi wanita Indonesia yang sekarang dikenal dengan nama Kongres Wanita indonesia (KOWANI)
Beberapa lembaga baik pemerintah maupun non pemerintah pernah menjadi mitra kerja Aisyiyah  datam rangka kepentingan sosial bersama, antara  lain: Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK),  Peningkatan Peranan Wanita untuk Keluarga Sehat  dan Sejahtera (P2WKSS), Dewan Nasional Indonesia  untuk Kesejahteraan Sosial (DNIKS), Yayasan Sayab Ibu, Badan Musyawarah Organisasi Islam Wanita  Indonesia (BMOlWI) dan Majetis Ulama Indonesia  (MUI).
Selain itu, Aisyiyah juga melakukan kerjasama  dengan lembaga dari luar negeri dalam rangka  kesejahteraan sosial, program kemanusiaan, sosialisasi, kampanye, seminar, workshop, melengkapi  prasarana amal usaha, dan lain-lain. Diantara  lembaga dari luar negeri yang pernah bekerjasama  dengan Aisyiyah adalah: Oversea Education Fund  (OEF), Mobil Oil, The Pathfinder Fund, UNICEF,  UNESCO,WHO, John Hopkins University, USAID,  AUSAID, NOVIB, The New Century Foundation, The  Asia Foundation, Regional Islamicof South East Asia  Pasific, World Conference of Religion and Peace,  UNFPA, UNDP, World Bank, Partnership for  Governance Reform in Indonesia, beberapa kedutaan   besar negara sahabat, dan lain-tain.

 Program Pemberdayaan Ekonomi
Sebagai organisasi perempuan yang bergerak  datam bidang keagamaan dan kemasyarakatan,  Aisyiyah diharapkan mampu menunjukkan komitmen dan kiprahnya untuk memajukan kehidupan  masyarakat khususnya dalam pengentasan kemiskinan dan ketenagakerjaan.
 Dengan visi "Tertatanya kemampuan organisasi dan jaringan aktivitas pemberdayaan ekonomi   keluarga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat", Majetis Ekonomi Aisyiyah bergerak   memberdayakan ekonomi rakyat kecil dan menengah  serta mengembangkan ekonomi kerakyatan.
 Beberapa program pemberdayaan itu antara lain:   mengembangkan Bina Usaha Ekonomi Keluarga  Aisyiyah (BUEKA) dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Saat ini Aisyiyah memiliki dan membina   Badan Usaha Ekonomi sebanyak 1426 buah di Wilayah,  koperasi, pertanian, industri rumah tangga, pedagang  kecil/toko dan pembinaan ekonomi keluarga.

 Kesehatan
Dengan misi sebagai penggerak terwujudnya  masyarakat dan lingkungan hidup yang sehat,  Aisyiyah mengembangkan pusat kegiatan pelayanan  dan peningkatan mutu kesehatan masyarakat serta  pelestarian lingkungan hidup metalui pendidikan.  Saat ini Aisyiyah telah mengelola dan mengembangkan 10 RSKIA (Rumah Sakit Khusus Ibu dan  Anak), 29 Klinik Bersalin, 232 BKIA/yandu, dan 35  Balai Pengobatan yang tersebar di seluruh Indonesia.
Beberapa program kesehatan yang dikembangkan  antara lain: peningkatan kualitas pelayanan  kesehatan yang terjangkau di seluruh Rumah Sakit,  Rumah Bersalin, Balai Pengobatan, Balai Kesehatan  Ibu dan Anak yang dikelota oleh Aisyiyah serta  menjadikan unit-unit kegiatan tersebut sebagai  agent of development yang tidak hanya sebagai  tempat mengobati orang sakit, tetapi mampu  berperan secara optimal dalam mengobati lingkungan  masyarakat. 
Aisyiyah metalui Majetis Kesehatan dan Lingkungan Hidup juga metakukan kampanye peningkatan kesadaran masyarakat dan penanggulangan penyakit berbahaya dan menular, penanggulangan  HIV/AIDS dan NAPZA, bahaya merokok dan  minuman keras, dengan menggunakan berbagi  pendekatan dan bekerjasama dengan berbagi pihak,  meningkatkan pendidikan dan perlindungan kesehatan reproduksi perempuan, menyelenggarakan pilot project sistem pelayanan terpadu antara lembagakesehatan, dakwah sosial dan terapi psikologi Islami.

 Pendidikan
Sejalan dengan pengembangan pendidikan yang menjadi salah satu pilar utama gerakan Aisyah metalui Majetis Pendidikan Dasar dan Menengah serta Majetis Pendidikan Tinggi, AisyĆ­yah mengembangkan visi pendidikan yang berakhlak mulia untuk umat dan bangsa.
Dengan tujuan memajukan pendidikan (formal, non formal dan informal) serta mencerdaskan kehidupan bangsa hingga terwujud manusia muslim yang bertakwa, berakhlak mulia, cakap, percaya pada diri sendiri, cinta tanah air dan berguna bagi masyarakat serta diridhai Allah SWT, berbagai program dikembangkan untuk menangani masalah pendidikan.
Saat ini Aisyiyah telah dan tengah melakukan pengeloaan dan pembinaan terhadap: 86 Kelompok Bermain/Pendidikan Anak Usia Dini, 5.865 Taman Kanak-Kanak, 380 Madrasah Diniyah, 668 TPA/TPQ, 2.920 IGABA, 399 IGA, 10 Sekolah Luar Biasa, 14 Sekolah Dasar, 5 SLTP, 10 Madrasah Tsanawiyah, 8 SMU, 2 SMKK, 2 Madrasah Aliyah, 5 Pesantren Putri, serta 28 pendidikan luar sekolah. Aisyiyah jugadipercaya oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan ratusan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) di seluruh Indonesia. Untuk pendidikan tinggi, Aisyiyah memiliki 3 Perguruan Tinggi, 2 STIKES, 3 AKBID serta 2 AKPER di seluruh Indonesia.
Selain itu, Aisyiyah juga memperhatikan masalah kaderisasi dan pengembangan sumber daya kader di lingkungan Angkatan Muda Muhammadiyah Putri secara integratif dan professional yang mengarah pada penguatan dan pengembangan dakwah amar makruf nahi mungkar menuju masyarakat madani.
 
PROGRAM MAJELIS MAJELIS TABLIGH
(tabligh@aisyiyah.or.id)

Untuk merealisasikan prinsip dan tujuan dakwahnya, Aisyiyah memiliki berbagai kegiatan dakwah yang dilaksanakan oleh Majetis Tabligh. Majetis ini bergerak dalam urusan kajian Islam kontekstual, dakwah dan pengamalan Islam. Dengan visi untuk menjadi organisasi dakwah yang mampu memberi pencerahan kehidupan keagamaan untuk mencapai masyarakat madani, Majelis Tabligh  mengembangkan gerakan-gerakan Dakwah Islam dalam seluruh aspek kehidupan, menguatkan kesadaran keagamaan masyarakat, mengembangkan materi, strategi dan media dakwah, serta meningkatkan kualitas mubalighat.
Beberapa program dan kegiatan yang telah dan sedang ditindaklanjuti oleh majetis ini antara lain:
1.Pembinaan kelompok pengajian, saat ini berjumlah sebanyak 12.149 di seluruh Indonesia.
2.Membina sebanyak 10.329 mubalighat di  seluruh Indonesia.
3. Mengembangkan desa binaan sebanyak 285 di beberapa daerah tertentu di Indonesia.
4.Sosialisasi program pembinaan Keluarga Sakinah di Wilayah/ Daerah/ Cabang/ Ranting.
5. Menindaklanjuti dan mengembangkan program Qoryah Thoyyibah yakni pengembangan semacam desa percontohan islami dengan mengoptimalkan semua potensi dan sektor baik agama, pendidikan, kesehatan, ekonomi,maupun hubungan sosial Sebagai pelaksanaan awalnya Aisyiyah telah mengadakan proyek uji coba Qoryah Thoyyibah di dusun Mertosanan Wetan, Potorono, Banguntapan, Bantul, DIY    sejak 1989.
6. Merevitalisasi Gerakan Jamaah dan Dakwah  Jamaah (GJDJ).
7. Meningkatkan usaha pencegahan sejak dini bahaya miras, napza, demoralisasi, seks bebas, kriminalitas dan bentuk penyakit sosial lainnya.
8. Meningkatkan kualitas dan kuantitas pengajian.
9. Menerbitkan buku-buku yang diperuntukkan bagi umum maupun kalangan sendiri untuk    melengkapi kegiatan dakwah, dan lain-tain.

    MAJELIS KESEJAHTERAAN SOSIAL
    (kessos@aisyiyah.or.id)
  Pemahaman tentang kesejahteraan sosial yang diperjuangkan Aisyiyah adalah terciptanya suatu     kondisi ideal dari tata kehidupan masyarakat yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghaffur, yaitu suatukehidupan bahagia sejahtera penuh limpahan  rahmat dan nikmat Allah SWT. di dunia dan akhirat.    Dengan demikian tercipta suatu titik keseimbangan antara aspek jasmaniah dan rohaniah ataupun    aspek material dan spiritual.
             Sejak berdirinya, kegiatan kesejahteraan sosialAisyiyah telah dimulai dalam bentuk membantu kaum miskin dan anak yatim. Dalam perkembangan saat  ini, program kesejahteraan sosialAisyiyah tersistem ke dalam unit-unit kegiatan sosial antara lain:
1. Kepedulian dan usaha-usaha pelayanan danpenyantunan bagi kelompok masyarakat
 dhuafa/miskin
2. Pengembangan dan pemberdayaan lembaga-tembaga sosial yang dikelola oleh Aisyiyah seperti panti asuhan, panti jompo, balai latihan, rumah singgah, dan lain-lain.
3. Peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin di perkotaan dan pedesaan.
4. Pelayanan korban dan penanggulangan bencana/musibah.
5. Advokasi publik yang menyangkut masalah- masalah sosial di berbagai lapisan masyarakat.
6. Mengembangkan pola pencegahan dan pemberian bantuan terhadap korban trafficking dan kekerasan terhadap perempuan dan anak, dan lain-tain.

    MAJELIS KESEHATAN DAN LINGKUNGAN HIDUP
(kesling@aisyiyah.or.id)

  Sebagai organisasi sosial, masalah kesehatan dan lingkungan hidup telah menempati posisi yangsangat serius dalam gerakan Aisyiyah. Dengan misisebagai penggerak terwujudnya masyarakat danlingkungan hidup yang sehat, Aisyiyah kemudianmengembangkan pusat kegiatan pelayanan dan  peningkatan mutu kesehatan masyarakat serta pelestarian lingkungan hidup metalui pendidikan.
Program-program yang dikembangkan antara lain:
1. Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan yang terjangkau di seluruh Rumah Sakit, Rumah Bersalin, Balai Pengobatan, Balai Kesehatan Ibu dan Anak Aisyiyah serta menjadikan unit-unit kegiatan tersebut sebagai agent of development, tidak hanya sebagai tempat mengobati orang sakit, tetapi mampu berperan optimal dalam mengobati lingkungan masyarakat.
2. Melakukan kampanye peningkatan keadaran masyarakat dan penanggulangan penyakit berbahaya dan menular.
3.Penanggulangan HIV/AIDS dan NAPZA, bahayamerokok dan   minuman keras, metalui berbagai pendekatan dan bekerjasama dengan berbagai pihak.
4.Meningkatkan pendidikan dan perlindungan kesehatan reproduksi perempuan
5. Menyelenggarakan pilot project system pelayanan terpadu antara lembaga kesehatan, dakwah sosial dan terapi psikologi Islami.
6.Melakukan kampanye sadar lingkungan dan pentingnya pelestarian lingkungan hidup bagi kehidupan manusia metalui pendidikan. Saat ini Aisyiyah telah mengelola dan mengembangkan sekurang-kurangnya 10 RSKIA (Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak), 29 Klinik Bersalin, 232 BKIA/yandu, dan 35 Balai Pengobatan yang tersebar di seluruh Indonesia.
 
MAJELIS PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
(dikdasmen@aisyiyah.or.id)
Sejalan dengan pengembangan pendidikan yang menjadi salah satu pilar utama gerakan Aisyiyah, majetis ini mengembangkan visi pendidikan Aisyiyah yang berakhlak mulia untuk umat dan bangsa. Dengan tujuan memajukan pendidikan (formal, non formal dan informal) serta mencerdaskan kehidupan bangsa hingga terwujud manusia muslim yang bertakwa, berakhlak mulia, cakap, percaya pada diri sendiri,cinta tanah air dan berguna bagi masyarakat serta diridhai Allah SWT, Majetis ini mengembangkan dan menangani masalah pendidikan dari usia pra TK sampai Sekolah Menengah Umum dan keguruan.
Saat ini majelis ini telah dan tengah melakukan pengeloaan dan pembinaan sebanyak: 86 Kelompok Bermain/ Pendidikan Anak Usia Dini, 5865 Taman Kanak-Kanak, 380 Madrasah Diniyah, 668 TPA/TPQ, 2.920 IGABA, 399 IGA, 10 Sekolah Luar Biasa, 14 Sekolah Dasar, 5 SLTP, 10 Madrasah Tsanawiyah, 8SMU, 2 SMKK, 2 Madrasah Aliyah, 5 Pesantren Putri, serta 28 pendidikan Luar Sekolah. Saat ini Aisyiyahjuga dipercaya  oleh  Pemerintah untukmenyelenggarakan ratusan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) di seluruh Indonesia.

 
MAJELIS EKONOMI
Sebagai organisasi perempuan yang bergerakdalam bidang keagamaan dan kemasyarakatan, Aisyiyah diharapkan mampu menunjukkan komitmen dan kiprahnya untuk memajukan kehidupan masyarakat khususnya dalam pengentasan kemiskinan dan ketenagakerjaan.  Dengan visi "tertatanya kemampuan organisasi dan jaringan aktivitas pemberdayaan ekonomi keluarga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat", majetis ekonomi bergerak di bidang pemberdayaan ekonomi rakyat kecil dan menengah serta pengembangan-pengembangan ekonomikerakyatan.
Beberapa program majetis ekonomi antara lain:
1. Mengembangkan Bina Usaha Ekonomi Keluarga   Aisyiyah (BUEKA) dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Saat ini Aisyiyah memiliki dan membina Badan Usaha Ekonomi sebanyak 1426 buah di  wilayah,Daerah dan Cabang yang berupa badan usaha koperasi, pertanian, industri rumah tangga, pedagang kecil/took dan pembinaan ekonomi keluarga.
2.    Menumbuhkan dan mengembangkan koperasi serta Lembaga Keuangan Mikro yang berbadan hokum
3. Meningkatkan partisipasi 'Aisyiyah dalam pembelaan dan penguatan termasuk advokasi terhadap Tenaga Kerja Indonesia, khususnya Tenaga Kerja Wanita.
4. Membangun jaringan dengan berbagai pihak dalam rangka mengembangkan ekonomi umat
5.    Melakukan advokasi dan perlindungan konsumen, dan lain-tain.

MAJELIS PENDIDIKAN KADER
(Kontak email: mpk@aisyiyah.or.id)

                Majetis ini menangani masalah kaderisasi dan pengembangan sumber daya kader di lingkungan Angkatan Muda Muhammadiyah Putri secara integratif dan professional yang mengarah pada penguatan dan pengembangan dakwah amar makruf nahi mungkar menuju masyarakat madani. Program-program yang dikembangkan oleh majelis ini antara lain:
1.    Mengembangkan system pengkaderan yang mampu menghasilkan kader yang berkualitas.  Saat ini Majetis Pembinaan Kader membina 617 instruktur, 1419 kader serta 108 kajian.
2. Peningkatan kualitas pembinaan kader baik  dalam bentuk kursus, pelatihan, sekolah- sekolah formal, maupun studi lanjut.
3. Meningkatkan kuantitas dan kualitas kader  ulama perempuan, serta kader 'lintas ilmu dan profesi' untuk penguatan gerakan Aisyiyah, dan lain-lain.

MAJELIS PENDIDIKAN TINGGI
(dikti@aisyiyah.or.id)
Sejalan dengan perkembangan dunia pendidikan serta pendidikan Aisyiyah khususnya, majetis ini bertugas untuk membina, mengkoordinasikan Perguruan Tinggi Aisyiyah di seluruh Indonesia, serta memberikan bahan pertimbangan guna menentukan kebijakan yang berkaitan dengan bidang pendidikan tinggi Aisyiyah. Dengan visi "terbentuknya masyarakat muslim yang memiliki keilmuan, keislaman dan keorganisasian dakwah Muhammadiyah-Aisyiyah", majetis ini mengembangkan program-
program antara lain:
1. Kajian     isu-isu aktual pendidikan serta penelitan positioning PTA di masyarakat.
2. Penyusunan data base, renstra, serta Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk PTA.
3. Peningkatan kualitas pendidikan serta sinergi dan kerjasama dengan berbagi pihak, dan lain-Lain.
Saat ini Majetis Pendidikan Tinggi Aisyiyah membawahi 3 Perguruan Tinggi, 2 STIKES, 3 AKBID serta 2 AKPER di seluruh Indonesia.

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
(lppa@aisyiyah.or.id)
            Lembaga ini bertujuan untuk meningkatkan kajian tentang masalah atau isu-isu yang berkembang, baik mengenai organisasi maupun masalah sosial yang terkait dengan sikap perempuan dan organisasi, seperti kekerasan terhadap perempuan, kekerasan terhadap anak dan perdagangan anak, peran politik perempuan, diskriminasi gender, dan lain-lain. Sebagai institusi yang bergerak dalam penelitian dan pengembangan yang mendinamisasi gerakan dakwah Aisyiyah, LPPA diharapkan mampu menyediakan dukungan data dan informasi metalui kegiatan pengkajian, penelitian dan kegiatan pengembangan lainnya untuk mendukung pengambilan keputusan dan kebijakan organisasi dalam mencapai visi dan tujuan Aisyiyah.
Program kerja LPPA dapat dikelompokkan menjadi    tiga kategori yakni:
1. Divisi pengkajian dan penelitian: melakukan pengkajian dan penelitian tentang keperempuanan, keagamaan, sosial, dan organisasi dan isu-isu aktual yang terkait dengan usaha Aisyiyah untuk
2.  Divisi Basis Data: membentuk pusat data dan informasi untuk mendukung dinamika gerakan, baik internal maupun eksternal.
3. Divisi /slamic Civil Society (ICS): terkait dengan kegiatan pengembangan khususnya penguatan ICS melalui pendidikan kewarganegaraan seperti meningkatkan kesadaran,wawasan dan partisipasi warga Aisyiyah khususnya dalam dinamika kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara menuju kehidupan yang demokratis serta berbagai kegiatan peneingkatan kapasitas lainnya.
   
 LEMBAGA KEBUDAYAAN
     (lk@aisyiyah.or.id)
              Lembaga ini terbentuk dalam rangka merespon perubahan budaya yang berkembang dengan cepat akibat adanya perkembangan teknologi dan  informasi yang demikian pesat. Selain untuk menjaga agar transformasi kebudayaan tersebut tetap berada datam garis ajaran Islam, lembaga ini bertujuan untuk menggali dan memasyarakatkan kreatifitas budaya sebagai bagian dari gerakan dakwah sehingga bisa terwujud masyrakat Islam serta budaya islami yang sebenar-benarnya.
Program lembaga kebudayaan Aisyiyah antara lain:
     1. Meningkatkan perhatian terhadap masalah- masalah sosial budaya seperti kesenian,perubahan budaya masyarakat termasuk gaya hidup masyarakat, kepariwisataan dan aspek sosial budaya lainnya yang mempengaruhi perkembangan masyarakat disertai upayapengembangan khasanah Islami.
     2. Mengimplementasikan tuntutan dakwah cultural yang tidak bertentangan dengan ajaranIslam.
     3. Mengembangkan seni budaya religious dengan symbol-simbol yang   mudah diterima masyarakat datam kerangka dakwah Islam, diantaranya menerbitkan buku Dongeng Indah, Aisyiyah dan Seni Pertunjukan Ekspresi Islam datam Simput Budaya.

LEMBAGA HUBUNGAN ORGANISASI, HUKUM DAN ADVOKASI (LHOHA)
(thoha@aisyiyah.or.id)
Lembaga ini bertujuan untuk membangun dan menjalin hubungan kerjasama dalam rangka memperluas sayap gerakan untuk mencapai tujuan organisasi. Lembaga ini juga melakukan komunikasi dengan pihak-pihak lembaga/organisasi lain yang dapat mendorong tercapainya visi dan misi organisasi, yang tidak terbatas ada agama, ras, suku dan golongan. Program LHOHA diarahkan pada kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1.      Pengembangan komunikasi dan kerjasama antar organisasi dan ormas Islam
2.      Advokasi kebijakan publik untuk kepentingankeaditan masyarakat.
3.      Partisipasi pada upaya penegakan hukum dan penyusunan peraturan perundang-undangan.
4.      Peningkatan kesadaran hukum masyarkat.
5.      Advokasi hukum dan hak asasi manusia.
6.      Pengkajian berbagai peraturan perundang- ndangan khususnya terkait dengan hukum Islam dan masalah perempuan.

LEMBAGA HUMAS DAN PENERBITAN
(humas@aisyiyah.or.id)

       Merupakan lembaga yang mengkomunikasikan segala kegiatan, program serta kebijakan organisasi kepada pihak-pihak terkait, baik internal maupun eksternal serta membentuk citra posistif Aisyiyah di masyarakat luas. Beberapa program fokus kegiatan lembaga ini antara lain:
1. Publikasi dan sosialisasi program dan kegiatan Aisyiyah termasuk opinion leader tokoh  Aisyiyah
2. Sosialisasi pencitraan positif Aisyiyah
3. Menggatang dan menjaga kerja sama dengan stakeholder Aisyiyah baik dalam maupun luar  negeri
Selain itu lembaga ini juga membawahi divisi penerbitan Aisyiyah, SUAR A AISYIYAH yaitu majalah bulanan yang telah terbit sejak tahun 1926 sampai sekarang. Suara Aisyiyah adalah majalah wanita tertua di Indonesia yang perkembangannya dapat diikuti sejak zaman kolonial Belanda, zaman Jepang hingga zaman kemerdekaan.
Selain sebagai alat organisasi yang mempublikasikan program-program Aisyiyah, majalah bulanan ini juga alat yang strategis dalam memberikan perluasan pengetahuan dan penyadaran pada warga Aisyiyah khususnya akan peran perempuan dalam dunia domestik dan publik.

B.   KESETARAAN GENDER DALAM MUHAMMADIYAH

Menurut bahasa, kata gender diartikan sebagai  kelompok kata yang mempunyai sifat, maskulin, feminin, atau tanpa keduanya (netral). Dapat dipahami bahwa gender adalah perbedaan yang  bukan biologis dan juga bukan kodrat Tuhan. Konsep gender sendiri harus dibedakan antara kata gender
dan kata seks (jenis kelamin). Perbedaan jenis kelaminantara laki - laki  dan perempuan  adalah  kodrat Tuhan karena secara permanen  tidak berubah dan merupakan ketentuan biologis.
Sedangkan gender adalah perbedaaan tingkahlaku antara laki-laki dan perempuan yang yang terbentuk secara sosial. Perbedaan yang bukan kodrat ini diciptakan melalui proses sosial dan budaya yang panjang. Misalnya seperti apa yang telah kita ketahui bahwa perempuan dikenal sebagai sosok yang lemah lembut, emosional,  dan keibuan sehingga biasa disebut bersifat feminin. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan dan  perkasa  dan disebut  bersifat  maskulin.  
Dalam pandangan Islam terutama Muhammadiyah, manusia mempunyai dua kapasitas, yaitu sebagai hamba dan sebagai representatif Tuhan (khalifah), tanpa membedakan jenis kelamin,  etnik, dan warna kulit (Q.S. al-Hujurat [49]: 13), yaitu:
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supayakamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah MahaMengetahui lagi Maha Mengenal” (QS. 49:13)

Pengertian Gender
Gender adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi pengaruh sosial budaya. Gender dalam arti ini adalah suatu bentuk rekayasa masyarakat (social constructions), bukannya sesuatu yang bersifat kodrati.
Dalam pandangan Islam terutama Muhammadiyah, manusia mempunyai dua kapasitas, yaitu sebagai hamba dan sebagai representatif Tuhan (khalifah), tanpa membedakan jenis kelamin, etnik, dan warna kulit (Q.S. al-Hujurat [49]: 13), yaitu:Yang artinya :“
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supayakamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah MahaMengetahui lagi Maha Mengenal” (QS. 49:13)
1.      Persamaan Gender dalam keluarga
Keluarga adalah tempat terpenting bagi seseorang karena merupakan tempat pendidikan yang pertama kali, dan di dalam keluarga pula seseorang paling banyak bergaul serta mengenal kehidupan. kedudukan yang terpenting bagi perempuan dalam keluarga adalah sebagai istri dan ibu yang mengatur  jalannya rumah tangga serta memelihara anak (Beechey 1986:126). Untuk menjalankan tugas sebagai istri dan ibu perempuan diharapkan dapat memasak, menjahit, memelihara rumah serta melahirkan. Sehubungan dengan tugas ini alangkah baiknya bila kedudukan seorang istri di rumah 
Sebaliknya,  menurut ideologi  ini  kedudukan laki-laki yang terpenting dalam suatu keluarga adalah sebagai seorang suami yang bertanggung jawab sebagai pencari nafkah utama.
Karena tugasnya sebagai pencari nafkah sering seorangsuami tidak peduli dan tidak mau tahu dengan urusan rumah tangga, sebab dia merasa sudah memberi uang untuk jalannya roda rumah tangga (Smith 1988:154).
Bila melihat kondisi masyarakat pada saat ini, tampak konsep-konsep di atas sudah agak  bergeser. Banyak istri yang bekerja mencari nafkah di luar rumah. Penghasilan istri juga berfungsi menambah penghasilan. Istri yang bekerja mencari nafkah di luar rumah biasanya harus mendapat persetujuan terlebih dulu dari suami. Pada umumnya hingga saat ini meskipun istri bekerja, sang suami tetap tidak ingin bila posisi dan penghasilan yang diperoleh  istri  melebihi sang  suami dan penghasilan suami tetap merupakan  penghasilan pokok bagi keluarga.
Di samping istri bekerja mencari nafkah di luar rumah tanggung jawab urusan rumah tangga tetap ada di pihak istri sehingga dapat dibayangkan beratnya beban yang ditanggung oleh seorang istri bila ia bekerja di luar rumah, Meskipun perempuan sudah dapat bekerja di luar rumah, pada saat ini masih tetap tampak berlakunya konsep gender,  sebagai contoh istri yang  bekerja masih harus memperhitungkan perasaan suami dengan tidak mau meraih posisi yang lebih tinggi dari suami sehingga sering mereka bekerja tanpa ambisi. Sering timbul dilema bagi dirinya untuk memilih antara karier dan keluarga
2.       Persamaan Gender dalam masyarakat
Dalam sejarah (tarih) Islam, ternyata perempuan pada zaman Rasulullah saw dan pada  zaman Khulafa-al rasdidun sangat aktif terlibat dalam kegiatan muamalah dan kegiatan  kemasyarakatan pada umumnya. Bahkan perempuan ada yang terlibat dalam peperangan  sebagai perawat laskar yang cedera, membakar semangat para laskah dengan nyanyian dan  syair, seperti yang dilakukan oleh Hindun istri Abu Sufyan.
Dalam peperangan Yarmuk mereka  mengendarai kuda sendiri mengejar serta menombak musuh seperti yang dilakukan oleh Arqah  binti Harits, Khaulah binti Azwar, Bini Yazad al Kalbiah, Umm Sulaiyt, dan Umm Ammarah.  Bahkan dalam peperangan merebut Siprus, yaitu perang melintasi lautan pertama dalam sejarah  Islam yang dipimpin oleh Muawiyah bin Abu Sofyan banyak melibatkan perempuan. Antara lain:  Umm Haram binti Malham. Pasukan perempuan ini ternyata tidak hanya sebagai perawat dan  penyedia ari serta makanan bagi suami dan anak-anak mereka, tetapi juga bagi seluruh orang  yang terlibat dalam peperangan itu.
Ajaran Islam  telah menempatkan perempuan sebagai partner yang sederajat dengan laki-laki dalam mengemban amanah Allah SWT sebagai khalifah-Nya di muka bumi ini. Kenyataan ini telah ditegaskan Allah dalam beberapa ayat dalam kitab Al Qur’an. Sebagaimana dinyatakan dalam Surat An-Nisa ayat 1 berikut:
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya, Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan Mengawasi kamu.
Dalam Muhammadiyah Kesetaraan yang telah di akui oleh Al Qur’an tersebut, bukan berarti harus sama antara laki- laki dan perempuan dalam segala hal. Untuk menjaga kesimbangan alam harus ada sesuatu yang berbeda, yang masing-masing mempunyai fungsi dan tugas tersendiri. Tanpa itu , dunia, bahkan alam ini akan berhenti dan hancur.  Oleh karenanya, sebagai hikmah dari Allah untuk menciptakan dua pasang manusia yang berbeda, bukan hanya pada bentuk dan postur tubuh serta jenis kelaminnya saja, akan tetapi juga pada emosional dan  hak serta kewajibannya masing-masing. 

C.     PERAN PEREMPUAN MUHAMMADIYAH DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA
Kepemimpinan perempuan dalam memegang suatu kenegara meneurut pandangan Islam masih merupakan persoalan yang kontroversial. Secara normative mayoritas ulama, baik di kalangan Sunni maupun Syiah, pada umumnya menolak kepemimpinan perempuan (Kepala Negara). Bagi ulama Sunni, syarat utama untuk menjadi seorang Khalifah atau Kepala Negara selain alim, memiliki kapabilitas dan integritas moral, dari keturunan Arab Quraisy, dan harus laki-laki. Demikian pula, para ulama Syiah mempersyaratkan keharusan laki-laki dan keturunan ahlul bait Rasulullah (anak keturunan Fatimah putri Rasulullah dan Ali ibn Abi Thalib) untuk menduduki jabatan Imam atau Kepala Negara. Berbicara pemimpin ada beberapa istilah baik dalam al-Qur’an maupun al-Hadits seperti kullukum raa’in, al-rijaalu qowaamuun, dan kholifah fil ard. Menurut Dr. Abd. Kholik Hasan, MA. M.Ed, pemimpin dalam makna raa’in adalah bentuk mutlaq (umum) bahwa dalam hadits didahului dengan kata kullukum (setiap), artinya setiap manusia adalah pemimpin dalam arti memiliki tanggung jawab baik laki-laki maupun perempuan.
Sedikitnya ada tiga dalil naqli yang biasanya dijadikan sebagai landasan bagi kalangan ulama untuk menolak kepemimpinan politik perempuan.
Pertama, Al Quran surah Al Ahzab ayat 33: “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya”. Adapun penjalasan ayat diatas menunjukkan agar isteri-isteri Rasul tetap di rumah dan ke luar rumah bila ada keperluan yang dibenarkan oleh syara'. perintah Ini juga meliputi segenap mukminat. Adapun yang dimaksud Jahiliyah yang dahulu ialah Jahiliah kekafiran yang terdapat sebelum nabi Muhammad s.a.w. dan yang dimaksud Jahiliyah sekarang ialah Jahiliyah kemaksiatan, yang terjadi sesudah datangnya Islam. Sedangkan, Ahlul bait di sini, yaitu keluarga rumah tangga Rasulullah s.a.w.  Hal ini menunjukan penegasan bahwa tempat yang paling cocok bagi kaum perempuan adalah di rumah. Artinya, kaum perempuan lebih pas untuk menggeluti urusan rumah tangga (domestic affairs) dan bukan berada di ruang publik (public affairs) seperti menjadi pemimpin politik. Pandangan ini diperkuat oleh sebuah Hadits yang menyebutkan bahwa Allah telah menempatkan empat rumah bagi seorang perempuan, yaitu: (1) rahim ibu, (2) rumah orang tua sampai ia menikah, (3) rumah keluarga bersama suami dan anakanaknya, serta (4) di dalam kubur (Subhan, 2004: 43).

Kedua, Al Quran surah An Nisa ayat 34, yang artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan. Oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka perempuan yang saleh ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memeliharamereka. Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”.
Mengenai QS An Nisa ayat 34 di atas, para mufasir modern, menurut Ilyas (2002: 68-69), umumnya berpendapat bahwa ayat tersebut hanya terkait dengan otoritas kepemimpinan laki-laki dalam kehidupan rumah tangga, yakni sebagai suami bagi sang istri dan ayah bagi anak-anaknya, serta bukan dalam konteks jabatan kepala negara atau kepemimpinan politik. Otoritas kepemimpinan laki-laki dalam kehidupan rumah tangga terlihat dari kewajiban suami untuk menasihati, pisah ranjang dan menjatuhkan sanksi pukulan terhadap istrinya yang melakukan nusyuz (pembangkangan atau tidak taat dalam perkara yang baik). Alasan yang dipakai oleh QS An Nisa ayat 34 itu guna menjawab pertanyaan mengapa laki-laki menjadi pemimpin dalam kehidupan rumah tangga, ialah:
 (1) karena kelebihan yang diberikan oleh Allah kepada laki-laki,
 (2) karena kewajiban laki-laki untuk memberi nafkah kepada keluarganya (istri dan anak-anaknya). Ditambahkan menurut Dr. Abd. Kholik Hasan, MA. M.Ed, bahwa pemimpin dalam kata qowaamun ini lebih dari sekedar tanggung jawab, dan memiliki makna masytarak artinya memiliki banyak makna (ijtihadi) dikalangan ulama. Yaitu tanggung jawab dalam keluarga. Qowaamun yang berasal dari kata qiyaamun lebih identik dengan kekuatan. Maksudnya laki-laki menjadi pemimpin keluarga ialah karena kekuatan, atau lebih ahli dari perempuan. Memang para ulama, dalam hal kekuasaan berpendapat bahwa perempuan tidak bias memimpin suatu Negara, tetapi hal ini bukan berarti menghalangi perempuan untuk mempin suatu Negara.
Ketiga, hadits nabi riwayat Abu Bakrah yang menyatakan bahwa Rasulullah pernah bersabda, yang artinya: “tidak mungkin beruntung (jaya) suatu masyarakat yang menguasakan urusan mereka kepada seorang perempuan” (Sahih Bukhari). Hadits inilah yang digunakan sebagai rujukan oleh sebagian besar ulama Salaf untuk mensyaratkan keharusan memilih laki-laki sebagai kepala negara atau pemimpin politik, sekaligus untuk menegaskan haram hukumnya bagi perempuan untuk menempati kedudukan sebagai kepala negara. Sebagai contoh, Imam Al Syaukani ketika menafsirkan hadits ini berpendapat bahwa wanita tidak termasuk kategori ahli dalam hal kepemimpinan sehingga tidak boleh menjadi kepala negara. Al Khattabi menyatakan bahwa seorang wanita tidak sah menjadi seorang khalifah atau kepala negara. Al Ghazali dan Ibnu Hazm mengharuskan laki-laki sebagai syarat menjadi kepala Negara (Muhibbin, 1996: 75).
Hadits ini memang kerap dipahami secara tekstual tanpa melihat asbab al wurud-nya. Padahal hadits ini bersifat kasuistik dan tidak dapat digeneralisasi begitu saja. Ibnu Hajar menjelaskan bahwa hadits tersebut melengkapi kisah Raja Persia, Kisra, yang merobek surat Nabi Muhammad. Belakangan Raja Kisra mati dibunuh oleh anak laki lakinya. Berikutnya, anak laki-laki tersebut mati diracun oleh saudaranya, sampai akhirnya kekuasaan dipegang oleh seorang raja perempuan, Baruan binti Syiruayah ibnu Kisra. Namun, tidak lama kemudian kekuasaan raja perempuan tersebut hancur berantakan (Subhan, 2004: 44-45).
Menurut Ash Shabuni, seorang ulama Sunni modern, kepemimpinan laki-laki dalam urusan rumah tangga bermula dari kelebihan intelektual yang dimiliki oleh laki-laki, kemampuan laki-laki dalam mengelola rumah tangga, kemampuan mencari nafkah dan membiayai rumah tangganya lebih besar dibandingkan dengan perempuan. Adapun ulama Syiah modern, Thaba’thaba’i, berpendapat bahwa laki-laki memiliki kelebihan intelektual dibandingkan dengan perempuan, yang karena kelebihan itu laki-laki lebih tabah dan tahan dalam menghadapi tantangan dan kesulitan hidup. Kebalikannya, kehidupan perempuan lebih menonjol segi emosionalitasnya yang dibangun di atas landasan sifat kelembutan dan kehalusannya (Ilyas, 2002: 69).
Dengan demikian, baik hadits riwayat Abu Bakrah maupun QS An Nisa ayat 34 harus dipahami sebagai anjuran dan bukan keharusan bahwa kepemimpinan negara wajib berada di tangan laki-laki. Secara tekstual kurang tepat keduanya dijadikan sebagai dalil yang melarang perempuan tampil menjadi pemimpin negara. Persyaratan yang harusnya terpenuhi, baik bagi laki-laki maupun perempuan yang ingin tampil menjadi pemimpin negara, terutama adalah kapabilitas dan integritas moral yang harus dimiliki.

Pandangan Muhammadiyah atas Kepemimpinan Perempuan
Dahulu kala di kalangan partai politik Islam, PPP dapat dinilai yang paling keras dan serius menentang serta menolak Megawati Soekarnoputri untuk tampil menjadi kandidat presiden menggantikan Habibie. Alasan yang kerap dipakai oleh para tokoh PPP, terutama Hamzah Haz dan Zarkasih Noor, adalah karena Megawati seorang perempuan, sedangkan sebagian besar ulama Islam mengharamkan perempuan tampil sebagai kepala negara (Suharsono, 1999: 54) Akan tetapi, PPP pula yang paling tidak konsisten. Pada waktu Presiden Gus Dur dilengserkan oleh MPR dalam Sidang Istimewa (SI) bulan Juli 2001 dan kemudian MPR menetapkan Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden menggantikan Gus Dur, PPP menyetujui. Bahkan Ketua Umum PPP, Hamzah Haz, terpilih sebagai Wakil Presiden mendampingi Megawati melalui tiga tahapan voting dengan mengalahkan calon lain, seperti Akbar Tanjung, Susilo Bambang Yudhoyono, Agum Gumelar, dan Siswono Yudhohusodo.
Bagaimana pandangan Muhammadiyah mengenai kepemimpinan perempuan, terutama dengan tampilnya Megawati Soekarnoputri menjadi Presiden RI sejak bulan Juli 2001, tampaknya tidak ada kesatuan pandangan di kalangan para tokohnya. Prof. Drs. Asjmuni Abdurrahman, salah seorang tokoh penting Muhammadiyah yang aktif di Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam, diberitakan Ia mengharamkan calon presiden perempuan Sebenarnya pendapat tersebut berangkat dari pemahaman beliau bahwa calon yang dimaksud (Megawati Soekarnoputri) memang kurang kapabel dan kredibel. Tokoh Muhammadiyah lain, Prof. Dr. Azyumardi Azra memandang bahwa persoalan kepemimpinan (khususnya untuk jabatan kepala negara) di Indonesia sebenarnya tidak perlu mempertentangkan soal gender, tetapi yang lebih penting adalah aspek kualitas. Preseden historisnya di Indonesia cukup banyak perempuan yang tampil sebagai pemimpin politik dan kepala negara. Azra (dalam Parianom dan Dondy Ariedianto, eds., 1999: 113) mencontohkan kasus Kesultanan Aceh, di mana terdapat empat orang perempuan yang tampil menjadi Sultanah di Aceh dan mereka memerintah dalam waktu yang lama (1641-1699 M) serta mendapatkan dukungan yang cukup dari para ulama. Keempat Sultanah Aceh tersebut adalah: 1. Sultanah Safi’atuddin (memerintah 1641-1675), 2. Sultanah Nurul Alam Naqiatuddin Syah (1675-1677), 3. Sultanah Inayah Zakiatuddin Syah (1677-1688), dan 4. Sultanah Kamal Zainatuddin Syah (1688-1699).
Lebih jauh, Azra menyebutkan bahwa dalam kasus empat Sultanah di Aceh tersebut, para ulama Aceh tidak terlalu mempersoalkan aspek gender tetapi lebih mempertimbangkan aspek kualifikasi. Syeikh Nuruddin Ar-Raniry, ulama Aceh paling terkemuka dari abad ke-17 M, dalam kitabnya, Bustanus Salatin, menjelaskan bahwa setiap penguasa (entah laki-laki ataupun perempuan) harus memenuhi kualifikasi: sifat-sifat yang terpuji, tingkah laku kebajikan, melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar, serta sangat taat kepada Allah dan komitmen menegakkan syariat Islam yang diajarkan oleh Rasulullah saw. (Azra, 1999: 115).
Yunahar Ilyas, salah satu tokoh penting Muhammadiyah yang aktif di Majelis Tabligh, memiliki pandangan yang sudah sangat maju mengenai kepemimpinan perempuan. Menurut Ilyas (2002: 71-72), dapat disimpulkan bahwa tidak ada satu ayat pun di dalam Al Quran yang secara eksplisit melarang perempuan tampil menjadi kepala negara atau kepemimpinan publik lainnya. Kepemimpinan publik merupakan bagian dari ajaran Islam yang luas, dan bukan termasuk ibadah mahdhah. Sehubungan dengan itu, dalam soal kepemimpinan publik termasuk di dalamnya kepemimpinan negara, kaidah (hukum fiqh) yang berlaku adalah “semuanya boleh kecuali bila ada dalil yang melarangnya”. Dalam pandangan Ilyas, menggunakan QS An Nisa ayat 34 sebagai dalil untuk melarang perempuan tampil menjadi pemimpin negara, kepala negara, atau pemimpin publik lainnya tidak tepat. Hal itu karena ayat tersebut secara khusus hanya berbicara soal kepemimpinan dalam konteks rumah tangga. Di samping itu, jika dipakai logika terbalik bahwa untuk memimpin rumah tangga saja perempuan tidak mempunyai hak, apalagi untuk memimpin negara, logika seperti ini pun tidak dapat diterima karena bertentangan dengan QS An Nisa ayat 71. Dalam ayat ini dinyatakan bahwa laki-laki dan perempuan beriman (hendaknya) tolong-menolong dan pimpin-memimpin dalam melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar. Logika tersebut juga bertentangan dengan realitas sosial yang terjadi pada zaman sahabat, misalnya tatkala istri Nabi, Aisyah, memimpin Perang Jamal.
Buya Syafii, merupakan tokoh yang sangat concern dan malahan mendorong kaum perempuan untuk terjun dan terlibat secara aktif dalam kepemimpinan politik. Menurut beliau, dalam konteks kehidupan politik, keberadaan perempuan tidak mungkin dinafikan bila ingin mencapai peradaban yang manusiawi. Artinya, dalam sistem dan proses politik yang dibangun khususnya oleh bangsa Indonesia, perempuan harus senantiasa dilibatkan atau terlibat secara demokratis (lihat dalam Suara Muhammadiyah, No. 07, Th. Ke-88, 11-15 April 2003: 11). Menurut Buya Syafii (dalam Suara Muhammadiyah, No. 07, th.ke-88, 1-15 April 2003: 38-39), realitas sosial-politik yang membuat keberadaan perempuan terpinggirkan dalam percaturan politik lebih disebabkan oleh masalah kultural dan penafsiran ajaran agama (baca: Islam). Yang dimaksud masalah kultural adalah budaya patriarkhat yang masih mendominasi bangsa Indonesia, kendatipun mayoritas muslim. Adapun dari perspektif agama, prinsip kesetaraan gender didukung sepenuhnya oleh Al Quran, At Taubah ayat 71, yang secara gamblang menegaskan tentang adanya kesetaraan gender dalam ruang lingkup pergaulan yang luas. QS At Taubah ayat 71 menegaskan (artinya): “Dan orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, mereka adalah penolong terhadap satu sama lain; mereka menyuruh berbuat baik dan melarang perbuatan jahat; mereka dirikan shalat, bayarkan zakat, dan taat kepada Allah dan rasul-Nya. Mereka akan mendapat rahmat dari Allah. Sesungguhnya Allah itu gagah, bijaksana.”
Islam sebetulnya sarat dengan pesan kesetaraan gender dan keadilan bagi kehidupan umat manusia tanpa memandang perbedaan jenis kelamin. Yang terjadi selama ini ada semacam kekeliruan dan penafsiran yang terlalu subjektif terhadap ajaran agama (Islam) sehingga lebih menguntungkan kaum laki-laki, dan sebaliknya merugikan kaum perempuan. Dalam pandangan Asep Purnama Bahtiar, Ketua Majelis Pendidikan Kader Pimpinan Pusat Muhammadiyah, keterlibatan politik perempuan yang semakin meningkat di tanah air merupakan sebuah tuntutan keniscayaan. Ada tiga alasan yang dapat dikemukakan. Pertama, dilihat dari segi komposisi penduduk Indonesia di mana jumlah perempuan (51 %) lebih besar daripada laki-laki (49 %) sehingga wajar bila keterlibatan perempuan dalam politik semakin besar. Kedua, keterlibatan kaum perempuan dalam panggung politik menjadi bagian atau unsur yang signifikan dari demokrasi.sebab demokrasi bersifat inklusif, anti-diskriminasi, dan tidak bias gender. Ketiga, secara historis semangat dan cita-cita perjuangan kemerdekaan di tanah air juga dibangkitkan oleh kaum perempuan, melalui peran tokoh perempuan seperti Kartini dan Dewi Sartika (Bahtiar, dalam Suara Muhammadiyah, No. 07 th. K-88, 1-15 April 2003: 34).
Secara kelembagaan, Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid tidak pernah memandang bahwa perempuan haram untuk tampil dalam kepemimpinan publik, termasuk dalam kepemimpinan politik. Artinya, Muhammadiyah menganut prinsip kesetaraan gender sebagaimana diatur di dalam kitab suci Al Quran. Dengan demikian, Muhammadiyah tidak pernah menolak kepemimpinan perempuan, seperti tampilnya Megawati Soekarnoputri menjadi Presiden RI dalam SI MPR bulan Juli 2001 menggantikan Presiden Gus Dur.

Pandangan Muhammaditah tentang Khilafah
Islam adalah system yang sempurna karena di dalamnya terdapat segala aturan yang mengatur segala bentuk interaksi antar sesame manusia, seperti social, ekonomi, politik, dan lain sebagainya. Islam telah menetapkan system yang khas bagi pemerintahan, Islam juga telah menetapkan system yang khas untuk mengelolah bagi pemerintahan. Yaitu Negara Islam, Negara yang bersifat politis, yang disebut dengan Daulah Khilafah.
Para ahli fiqih mendefinisikan khilafah sebagai “Kepemimpinan umum dalam urusan agama dan dunia, dengan kata lain, yaitu kepemimpinan umum bagi ummat Islam secara keseluruhan di dunia, untuk menegakkan hokum-hukum syara dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia” .Adapun dalilnya ialah sabdah Nabi Saw ‘Aku meninggalkan bagi kalian sesuatu yang apabila kalian pegang teguh kalian tidak akan pernah tersesat, yaitu Kitabullah dan Sunnah. Hadits ini dimaknai bahwa Nabi ialah seorang Rasul dan juga kepala Negara, dan meneladani beliau sebagai kepala Negara ialah kewajiban. Sedangkan perbuatan beliau sebagai kepala Negara salah satu sunnah (Husain, 2002: 118).
Mengkaji khilafah yang perlu dipengang yang paling utama adalah bahwa ini ialah persoalan yang bersifat ijtihadi di kalangan ulama’. Bukan masalah yang menjadi pokok agama. Menurut Dr. Hasan El-Qudsi pakar tafsir muda bahwa dalam al-Qur’an tidak ada yang menjelaskan tentang bentuk Negara Islam, yang ada ialah Negara Islami. Bagaimanakan Negara Islami itu? Yaitu Negara yang menggunakan al-Qur’an dan al-Hadits sebagai pedoman dalam menjalankan kehidupan sehari-hari baik dalam masalah agama maupun dunia. Menurut beliau, konsep demokrasi di Indonesia tidak perlu dengan nama Khilafah, demokrasi cukup demodifikasi sedikit saja dengan syariat Islam sudah benar. Demokrasi hanya masalah penafsiran saja, kalau dimaknai kafir karena menuhankan rakyat ya jelas tidak benar. Tetapi, manakala system demokrasi yang sesuai dengan syariat Islam kan lebih baik. Meskipun namanya bukan Negara Islam (khilafah Islamiyah), tidaklah menjadi masalah yang penting adalah masyarakatnya dalam kehidupan sehari-hari mempergunakan konsep Islam.
Konsep Negara bisa dilihat dalam kitab Asyiyasah Islamiyah karangan Dr. Yusuf Qardhowi, yang banyak pikirannya menjadi rujukan majelis tarjih karena merupanan “Ulama Moderat. Menurut Qardhowi Masyarakat Islam bukanlah masyarakat yang hanya menerapkan syari'at Islam pada bidang hukum saja, terutama di bidang pidana dan perdata sebagaimana difahami oleh mayoritas ummat. Yang demikian ini merupakan pemikiran dan praktek yang juz'iyah (parsial), bahkan mengarah pada berbuat zhalim terhadap masyarakat, dengan memfokuskan seluruh potensi yang bermacam-macam dalam menegakkan satu pilar di antara banyak pilar yaitu hukum, dan bahkan dalam satu bidang saja dari hukum tersebut yaitu pidana atau perdata. Yang juga patut kita beri perhatian dalam usaha perbaikan masyarakat ialah mendahulukan segala hal yang berkaitan dengan pelurusan pemikiran, cara pandang, dan cara bertindak mereka. Tidak diragukan lagi bahwa kita memerlukan suatu landasan yang sangat kuat untuk melakukan perbaikan di dalam masyarakat. Karena sangat tidak masuk akal, bahwa amal perbuatan dapat meniti jalan yang benar, kalau pemikirannya tidak lurus.
BAgaimana pandangan Muhammadiyah? Sistem Negara dalam Myhammadiyah dituangkan dalam Khittah Perjuangan dalam Kehidupan Bernegara (Khittah Dempasar 2002), menjelaskan Muhammadiyah berpandangan bahwa berkiprah dalam kehidupan bangsa dan negara merupakan salah satu perwujudan dari misi dan fungsi melaksanakan da’wah amar ma’ruf nahi munkar sebagaimana telah menjadi panggilan sejarahnya sejak zaman pergerakan hingga masa awal dan setelah kemerdekaan Indonesia. Peran dalam kehidupan bangsa dan negara tersebut diwujudkan dalam langkah-langkah strategis dan taktis sesuai kepribadian, keya¬kinan dan cita-cita hidup, serta khittah perjuangannya sebagai acuan gerakan sebagai wujud komitmen dan tanggungjawab dalam mewujudkan “Baldatun Thoyyibatun Wa Rabbun Ghafur”.
Bahwa peran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dapat dilakukan melalui dua strategi dan lapangan perjuangan. Pertama, melalui kegiatan-kegiatan politik yang berorientasi pada perjuangan kekuasaan/kenegaraan (real politics, politik praktis) sebagaimana dilakukan oleh partai-partai politik atau kekuatan-kekuatan politik formal di tingkat kelembagaan negara. Kedua, melalui kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang bersifat pembinaan atau pember¬da¬yaan masyarakat maupun kegiatan-kegiatan politik tidak langsung (high politics) yang bersifat mempengaruhi kebijakan negara dengan perjuangan moral (moral force) untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik di tingkat masyarakat dan negara sebagaimana dilakukan oleh kelompok-kelompok kepentingan (interest groups).
Muhammadiyah secara khusus mengambil peran dalam lapangan kemasyarakatan dengan pandangan bahwa aspek kemasyarakatan yang mengarah kepada pemberdayaan masyarakat tidak kalah penting dan strategis daripada aspek perjuangan politik kekuasaan. Perjuangan di lapangan kemasyarakatan diarahkan untuk terbentuknya masyarakat utama atau masyarakat madani (civil society) sebagai pilar utama terbentuknya negara yang berkedaulatan rakyat. Peran kemasyarakatan tersebut dilakukan oleh organisasi-organisasi kemasyarakatan seperti halnya Muhammadiyah. Sedangkan perjuangan untuk meraih kekuasaaan (power struggle) ditujukan untuk membentuk pemerintahan dalam mewujudkan tujuan negara, yang peranannya secara formal dan langsung dilakukan oleh partai politik dan institusi-institusi politik negara melalui sistem politik yang berlaku. Kedua peranan tersebut dapat dijalankan secara objektif dan saling terkait melalui bekerjanya sistem politik yang sehat oleh seluruh kekuatan nasional menuju terwujudnya tujuan negara.
Muhammadiyah meyakini bahwa politik dalam kehidupan bangsa dan negara merupakan salah satu aspek dari ajaran Islam dalam urusan keduniawian (al-umur ad-dunyawiyat). Karena itu diperlukan sikap dan moral yang positif dari seluruh warga Muhammadiyah dalam menjalani kehidupan politik untuk tegaknya kehidupan berbangsa dan bernegara. Muhammadiyah memilih perjuangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui usaha-usaha pembinaan atau pemberdayaan masyarakat guna terwujudnya masyarakat madani (civil society) yang kuat sebagaimana tujuan Muhammadiyah untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Sedangkan hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan-kebijakan kenegaraan sebagai proses dan hasil dari fungsi politik pemerintahan akan ditempuh melalui pendekatan-pendekatan secara tepat dan bijaksana sesuai prinsip-prinsip perjuangan kelompok kepentingan yang efektif dalam kehidupan negara yang demokratis.
Muhammadiyah tidak berafiliasi dan tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan kekuatan-kekuatan politik atau organisasi manapun. Muhammadiyah senantiasa mengem¬¬¬bangkan sikap positif dalam memandang perjuangan politik dan menjalankan fungsi kritik sesuai dengan prinsip amar ma’ruf nahi munkar demi tegaknya sistem politik kenegaraan yang demokratis dan berkeadaban. Memberikan kebebasan kepada setiap anggota Persyarikatan untuk menggunakan hak pilihnya dalam kehidupan politik sesuai hati nurani masing-masing. Penggunaan hak pilih tersebut harus merupakan tanggungjawab sebagai warga negara yang dilaksanakan secara rasional dan kritis, sejalan dengan misi dan kepentingan Muhammadiyah, demi kemaslahatan bangsa dan negara.



BAB III
                                                    PENUTUP                                                   
A.Kesimpulan   
Demikianlah dapat disimpulkan bahwa Muhammadiyah, baik secara perorangan melalui tokoh-tokoh penting organisasi maupun secara kelembagaan tidak mempersoalkan keterlibatan atau tampilnya perempuan dalam kepemimpinan publik, khususnya kepemimpinan politik. Hal ini dikarenakan dalam corak pemikiran politik, Muhammadiyah cenderung bersifat substansialistik, bukan formalitistik ataupun fundamentalistik. Ketika Megawati Soekarnoputri tampil menjadi Presiden RI, Muhammadiyah melalui para tokohnya seperti Asjmuni Abdurrahman dan Azyumardi Azra, tidak mengkritik aspek gender-nya tetapi lebih mempersoalkan aspek kualitasnya.
Kemudian pemikiran Muhammadiyah tentang khilafah Islam Muhammadiyah lebih mengitilahkan dengan Negara Islami yaitu dyang disebut dengan Negara Republik Indonesia yang berdasar pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, untuk berusaha bersama-sama menjadikan suatu negara yang adil dan makmur dan diridhoi Allah SWT: “BALDATUN THAYYIBATUB WA ROBBUN GHOFUR”. Muhammadiyah memilih dua jalur perjuangan dalam membentuk Negara Islami yayaitu Pertama, melalui kegiatan-kegiatan politik yang berorientasi pada perjuangan kekuasaan/kenegaraan (real politics, politik praktis) Kedua, melalui kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang bersifat pembinaan atau pember¬da¬yaan masyarakat maupun kegiatan-kegiatan politik tidak langsung (high politics) yang bersifat mempengaruhi kebijakan negara dengan perjuangan moral (moral force).
Jadi sekali lagi, bahwa untuk mewujudkan Negara Islami Muhammadiyah tetap istiqomah sebagai Gerakan Islam, Dakwah amar ma’ruf nahi munkar, dan Tajdid dalam berjuang terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Karena membentuk Negara Islami membutuhkan wakktu yang tidak singkat, yaitu dimulai dari perbaikan masyarakat. Jika masyarakatnya sudah Islami maka otomatis negaranya adalah Islam. Tugas kita sekarang adalah yang terpenting adalah mempersiapkan masyarakat Islam melalui dakwah yang cerdas dan pendidikan, sehingga tidak langsung serampangan tiba-tiba khilafah. Sekali lagi jangan terjebak pada lebel, membentuk masyarakat Islam (Negara Islami) lebih utama dibanding lebel Negara Islam.



B.Penutup
Dari tugas makalah tersebut, banyak hal yang dapat kita pelajari. Seperti halnya yang sudah kami harapkan dan sampaikan pada kata pengantar tugas makalah ini, yaitu semoga dengan terselesaikannya makalah ini dapat menambah wawasan kita dan pemahaman kita mengenai Muhammaddiyah dan pemberdayaan perempuan . Dan demikian makalah yang dapat kami buat. Apabila ada kata-kata yang kurang berkenan di hati atau belum sesuai dengan apa yang Anda harapkan, kami mohon maaf. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun kami agar dalam tugas-tugas selanjutnya,kami dapat menyelesaikannya dengan lebih baik lagi.
D.Daftar Pustaka
2.      sumberpengetahuanku.blogspot.co.id/2011/12/normal-o-false-false-en-us-x-none.html 

3.      moderat-reformis.blogspot.co.id/2011/06/muhammadiyah-kepemimpinan-perempuan-dan.html 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar